Alhamdulillah, pada tanggal 19 September 2024 Saya berkesempatan menghadiri undangan dari Kemendikbud Ristek sebagai perwakilan dari Komunitas Emak-emak Blogger (KEB), dalam kegiatan Diseminasi Bunga Rampai Membangun Inklusivitas yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan penguatan karakter dan memberikan pendampingan bagi ekosistem pendidikan terkait Iklim Inklusivitas dan Kesetaraan Gender yang bertempat di Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi Bengkulu.
Sebanyak 150 peserta mengikuti kegiatan Diseminasi Bunga Rampai, masing-masing peserta berasal dari jenjang PAUD hingga SMA, Pamong Belajar SKB, Ketua PKBM serta Komunitas yang ada di lingkungan Bengkulu.
Pada kesempatannya, Bu Surya Nila Sari selaku ketua panitia menyampaikan maksud dan tujuan diadakannya kegiatan tersebut, yakni dalam rangka mendukung capaian indikator kinerja kegiatan.
Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Bunga Rampai Bagi Ekosistem Pendidikan.
Capaian indikator kinerja kegiatan diseminasi bunga rampai yang berfokus pada membangun inklusivitas dan kesetaraan gender bagi ekosistem pendidikan harus mencakup perubahan yang berdampak pada seluruh aspek pendidikan, mulai dari kebijakan hingga praktik di ruang kelas. Berikut adalah indikator yang relevan:
- Jumlah dan Distribusi Bunga Rampai di Lembaga Pendidikan. Yakni, jumlah bunga rampai yang didistribusikan ke sekolah, universitas, atau lembaga pendidikan lainnya. Jumlah institusi pendidikan yang menerima bunga rampai dan terlibat dalam kegiatan diseminasi.
- Partisipasi dan Keterlibatan Stakeholder Pendidikan. Yakni, jumlah peserta dari kalangan pendidik, siswa, dan pemangku kepentingan (seperti kepala sekolah, pengawas pendidikan) yang mengikuti seminar, lokakarya, atau diskusi tentang bunga rampai. Jumlah guru atau dosen yang berpartisipasi dan mendapatkan materi terkait kesetaraan gender.
- Perubahan Sikap dan Pemahaman di Kalangan Pendidik. Yakni, survei pre- dan post- kegiatan untuk mengukur perubahan pemahaman pendidik tentang pentingnya kesetaraan gender dan inklusivitas di lingkungan belajar. Umpan balik dari guru dan dosen yang menunjukkan peningkatan kesadaran mereka terhadap isu-isu gender di sekolah atau kampus.
- Penerapan Kebijakan Kesetaraan Gender di Sekolah. Yakni, jumlah sekolah atau institusi yang mulai mengadopsi kebijakan berbasis kesetaraan gender (misalnya, kebijakan anti-diskriminasi, ruang aman bagi semua gender, atau kebijakan rekrutmen yang setara). Pembentukan program khusus atau komite gender di sekolah atau universitas untuk mempromosikan inklusivitas dan kesetaraan gender.
- Integrasi Tema Kesetaraan Gender dalam Kurikulum. Yakni, jumlah institusi pendidikan yang mulai mengintegrasikan tema kesetaraan gender dalam kurikulum mereka, baik melalui mata pelajaran khusus atau sebagai bagian dari pembahasan lintas disiplin. Penggunaan materi bunga rampai dalam kelas atau modul pengajaran untuk membahas kesetaraan gender dan inklusivitas.
- Pelatihan dan Pengembangan Kapasitas Pendidik. Yakni, jumlah guru dan tenaga pendidik yang menerima pelatihan tentang pengajaran inklusif dan berperspektif gender. Tingkat keterlibatan dalam program pengembangan profesional yang berfokus pada pengajaran yang responsif terhadap kesetaraan gender.
- Keterlibatan Siswa dalam Diskusi Kesetaraan Gender. Yakni, jumlah siswa yang terlibat dalam diskusi, debat, atau proyek yang menggunakan bunga rampai untuk membahas isu-isu kesetaraan gender. Peningkatan pemahaman siswa mengenai inklusivitas dan peran gender di lingkungan sekolah yang diukur melalui survei atau wawancara.
- Cakupan dan Jangkauan Geografis. Yakni, jangkauan distribusi bunga rampai ke berbagai wilayah, termasuk daerah terpencil dan institusi dengan latar belakang sosial-ekonomi yang beragam. Cakupan sekolah dari berbagai tingkat pendidikan (misalnya, SD, SMP, SMA) yang terlibat dalam program diseminasi.
- Penggunaan Teknologi untuk Meningkatkan Aksesibilitas. Yakni, jumlah unduhan atau akses daring terhadap bunga rampai dari platform digital, e-library, atau portal pendidikan. Peningkatan akses ke bunga rampai di institusi yang mungkin kesulitan mendapatkan versi fisik, seperti sekolah di daerah terpencil.
- Feedback dari Ekosistem Pendidikan. Yakni, respon dan testimoni dari kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua tentang bagaimana bunga rampai membantu meningkatkan kesadaran dan mendorong terciptanya lingkungan yang lebih inklusif di sekolah. Evaluasi kualitatif yang menunjukkan bagaimana diseminasi bunga rampai menginspirasi perubahan dalam perilaku dan kebijakan di ekosistem pendidikan.
- Peningkatan Partisipasi Gender di Berbagai Bidang. Yakni, jumlah siswa perempuan atau kelompok minoritas gender yang mulai lebih aktif terlibat dalam bidang-bidang yang sebelumnya didominasi oleh satu gender (misalnya, lebih banyak siswa perempuan di bidang STEM atau siswa laki-laki di bidang seni dan sosial). Perubahan dalam pola partisipasi ekstrakurikuler yang lebih inklusif terhadap semua gender.
- Peningkatan Kepemimpinan Perempuan di Sekolah. Yakni, jumlah perempuan yang menempati posisi kepemimpinan di sekolah, seperti ketua OSIS, ketua ekstrakurikuler, atau ketua proyek. Perubahan pola kepemimpinan yang lebih inklusif di kalangan siswa maupun staf pengajar di berbagai tingkatan.
- Keberlanjutan dan Tindak Lanjut. Yakni, frekuensi kegiatan lanjutan seperti diskusi, pelatihan, atau workshop yang diadakan untuk memastikan keberlanjutan kesadaran kesetaraan gender di sekolah.
Komitmen jangka panjang dari sekolah dan institusi untuk terus mempromosikan dan mendukung kesetaraan gender dan inklusivitas. Dengan indikator-indikator ini, kegiatan diseminasi bunga rampai diharapkan dapat menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih inklusif dan setara, di mana setiap siswa, tanpa memandang gender, memiliki akses yang sama untuk berkembang dan berprestasi.
Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan peserta tentang inklusivitas dan sasaran gender pada ekosistem pendidikan, dengan harapan bahwa materi yang didapatkan peserta dapat diterapkan dalam lingkungan masing-masing, sehingga tercipta keselarasan gender yang lebih baik di sektor pendidikan.
Bu Dian Sri Nursi dari Kemendikbud Ristek bagian Penguatan Karakter menyampaikan jika kompetensi karakter sendiri merupakan potensi utama bagi pendidikan Indonesia saat ini dan di masa mendatang. Pendidikan pada abad 21 diharapkan tidak hanya sebatas tingkatkan kompetensi intelektual semata, namun juga harus disertai dengan karakter yang diinginkan nilai Pancasila. Dalam upaya peningkatannya, Mas Menteri terus mendorong dengan melalui satuan pendidikan yang tidak hanya aman, namun juga nyaman serta bebas dari segala bentuk kekerasan. Untuk itu, diperlukan kerja sama semua pihak agar semuanya dapat berjalan dengan baik.
Pada kesempatannya, Kepala BPMP Provinsi Bengkulu membuka acara Diseminasi Bunga Rampai membangun Inklusivitas Gender, yang diwakili oleh Bapak Hamlan Siregar Kasubbag Umum BPMP. Pak Hamlan mengungkapkan tentang kegembiraannya melihat antusiasme seluruh peserta dalam acara tersebut dan menegaskan bahwa pendidikan inklusif merupakan jawab bersama.
“Kami selalu melibatkan orang tua dan masyarakat dalam setiap kegiatan pendidikan karena pendidikan adalah tanggung jawab semua pihak,” ujar Pak Hamlan.
Membangun Iklim Inklusivitas dan Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan
Membangun Iklim Inklusivitas dan Kesetaraan Gender dalam Pendidikan berarti menciptakan lingkungan pendidikan yang tidak hanya saling menghargai, namun juga saling mendukung, dan memberikan kesempatan yang setara bagi setiap individu, terlepas dari identitas gender, latar belakang sosial, kemampuan fisik, atau pun karakteristik pribadi lainnya. Hal ini mencakup berbagai tindakan dan kebijakan yang memastikan bahwa semua siswa, guru, dan staf pendidikan dapat belajar, berpartisipasi, serta berkembang tanpa adanya hambatan, diskriminasi, atau bias gender.
Inklusivitas dalam pendidikan mengacu pada upaya untuk memastikan bahwa setiap orang, termasuk kelompok yang rentan atau terpinggirkan, dapat merasa diterima, dihargai, dan didukung dalam lingkup pendidikan. Iklim pendidikan yang inklusif ditandai dengan:
Lingkungan Pembelajaran yang Akomodatif. Fasilitas, kurikulum, dan kegiatan pendidikan dirancang untuk mendukung partisipasi semua siswa, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus, minoritas gender, dan latar belakang sosial yang berbeda.
Penghargaan terhadap Keberagaman. Membangun suasana yang menghargai perbedaan pendapat, latar belakang, dan identitas, serta merayakan keberagaman sebagai bagian dari proses pembelajaran.
Menghapus Hambatan Psikologis dan Fisik. Menciptakan lingkungan yang bebas dari rintangan fisik (aksesibilitas bangunan) dan psikologis (seperti bullying, pelecehan, atau stigma) yang dapat menghalangi proses belajar.
- Kesetaraan Gender dalam Pendidikan.
Kesetaraan gender dalam pendidikan berarti memastikan bahwa anak laki-laki dan perempuan, serta individu dengan identitas gender yang beragam, memiliki akses yang sama terhadap kesempatan belajar dan dapat mencapai potensi maksimal mereka tanpa batasan berdasarkan gender. Ini mencakup:
Keadilan dalam Akses dan Kesempatan. Yakni, menjamin bahwa semua siswa memiliki hak yang sama dalam mengakses pendidikan, fasilitas, dan sumber daya sekolah. Misalnya, mendorong partisipasi siswa perempuan dalam bidang sains dan teknologi (STEM) yang biasanya didominasi oleh laki-laki.
Menghapus Stereotip Gender. Yakni, menghilangkan pandangan atau kebijakan yang memperkuat peran tradisional gender yang sempit, seperti anggapan bahwa anak laki-laki lebih baik dalam olahraga atau anak perempuan harus belajar keterampilan domestik.
Mendorong Kepemimpinan dan Partisipasi Aktif. Yakni, memastikan representasi yang setara dalam peran kepemimpinan di sekolah (misalnya, OSIS, ketua kelas) dan aktivitas ekstrakurikuler, serta mendorong siswa dari semua gender untuk aktif berpartisipasi dalam diskusi dan pengambilan keputusan.
- Kebijakan Sekolah yang Mendukung Inklusivitas dan Kesetaraan Gender
Kebijakan yang mendukung iklim inklusivitas dan kesetaraan gender dalam pendidikan mencakup:
Kebijakan Anti-Diskriminasi dan Anti-Bullying. Yakni, menerapkan kebijakan yang melindungi semua siswa dari diskriminasi, pelecehan, dan kekerasan berbasis gender.
Prosedur Laporan yang Aman. Yakni, menyediakan mekanisme bagi siswa untuk melaporkan diskriminasi atau ketidakadilan yang dialami tanpa takut akan pembalasan.
Pendidikan Seksualitas yang Komprehensif. Yakni, mengajarkan siswa tentang kesetaraan gender, hak asasi, dan hubungan yang sehat sebagai bagian dari program pendidikan.
- Lingkungan yang Aman dan Mendukung bagi Semua Gender
Lingkungan yang aman tidak hanya berarti fisik, tetapi juga emosional dan psikologis. Ini berarti:
Menciptakan Ruang Aman di Sekolah. Yakni, menyediakan tempat atau program di mana siswa dapat berbagi pengalaman dan kekhawatiran mereka tanpa takut dihakimi, terutama bagi siswa yang mungkin menghadapi perundungan atau marginalisasi karena identitas gender mereka.
Keterlibatan Semua Pihak. Yakni, mendorong keterlibatan seluruh komunitas sekolah — termasuk guru, staf, orang tua, dan siswa — untuk bersama-sama menciptakan budaya yang menghormati kesetaraan dan keberagaman.
- Pemantauan dan Evaluasi Kesetaraan Gender
Untuk memastikan bahwa upaya membangun iklim inklusivitas dan kesetaraan gender berjalan efektif, diperlukan pemantauan dan evaluasi yang berkelanjutan, seperti:
Survei dan Kuesioner. Yakni, mengumpulkan data tentang persepsi siswa dan guru mengenai kesetaraan gender dan inklusivitas di sekolah.
Indikator Keberhasilan. Yakni, menggunakan indikator spesifik (misalnya, tingkat partisipasi siswa perempuan dalam STEM atau kepemimpinan siswa dari semua gender) untuk mengevaluasi dampak dari program atau kebijakan yang diterapkan.
Revisi Kebijakan Berdasarkan Hasil Evaluasi. Yakni, menyesuaikan strategi atau kebijakan berdasarkan umpan balik dan hasil pemantauan.
- Partisipasi Siswa dalam Membangun Budaya Inklusif.
Mendorong siswa untuk menjadi agen perubahan, yakni dengan:
Program Pendampingan Sebaya. Memanfaatkan kekuatan pendidik sebaya untuk menyebarkan nilai-nilai kesetaraan gender.
Diskusi Terbuka dan Proyek Kolaboratif. Mendorong siswa untuk mengadakan diskusi tentang topik gender, inklusivitas, dan keberagaman sebagai bagian dari proyek kelas.
- Mendorong Kesadaran Gender di Luar Ruang Kelas.
Kesetaraan gender bukan hanya soal kurikulum, tetapi juga tentang aktivitas yang lebih luas di lingkungan sekolah, seperti misalnya:
Kegiatan Ekstrakurikuler yang Bebas Bias Gender. Yakni, memastikan bahwa setiap siswa dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan tanpa adanya pembatasan berdasarkan gender.
Penggunaan Bahasa yang Netral Gender. Yakni, memastikan bahasa yang digunakan di sekolah tidak mendiskriminasi atau menciptakan prasangka berdasarkan identitas gender.
Dengan pendekatan yang holistik ini, iklim inklusivitas dan kesetaraan gender dapat tercapai, menciptakan lingkungan pendidikan yang tidak hanya adil dan setara, tetapi juga memupuk potensi penuh dari setiap individu.