![]() |
| Dok IG @ilhamfellow |
Menjelang akhir November 2025, sebagian besar wilayah di Pulau Sumatra termasuk Aceh diguncang oleh banjir besar bahkan ada yang disertai longsor. Curah hujan ekstrem, membuat sungai-sungai meluap, tanah longsor menutup akses jalan, dan ribuan rumah serta fasilitas publik tenggelam.
Menurut data resmi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), korban tewas sudah mencapai ratusan jiwa, sementara ribuan lainnya mengungsi dan banyak di antaranya berlindung di tenda darurat atau posko sementara.
Tentu saja di balik angka dan statistik yang didapat, ada cerita di dalamnya tentang kehilangan, trauma, harapan yang tersisa, dan solidaritas yang muncul dari reruntuhan.
Kenapa Banjir Kali Ini Bisa Sebegitu Parah?
- 1. Musim Hujan & Siklon Tropis-Kombinasi Maut
Menurut peringatan dari BMKG, musim hujan tahun ini dimulai lebih awal dan berlangsung lebih ekstrem dibanding biasanya. Tekanan atmosfer, kelembapan tinggi, dan pemanasan laut berkontribusi pada hujan deras yang intens, melewati batas normal.
Belum lagi, munculnya siklon tropis di Selat Malaka memperparah curah hujan dan angin kencang, menyebabkan sungai meluap, lereng longsor, dan banjir bandang di sejumlah wilayah.
- 2. Penggundulan Hutan & Kerusakan Lingkungan
Banyak suara-termasuk dari media internasional-menyoroti bahwa kerusakan lingkungan, terutama deforestasi, memperburuk dampak banjir. Hutan yang dulu menyerap air kini hilang, sehingga air hujan langsung mengalir ke sungai dan pemukiman, menaikkan risiko banjir dan longsor.
Selain itu, secara geografi, banyak yang tinggal di daerah rawan seperti tepi sungai, dataran rendah, atau lereng bukit, sehingga sangat rentan saat hujan ekstrem terjadi.
- 3. Infrastruktur & Sistem Mitigasi yang Kurang Siap.
Banyak daerah yang kesulitan menghadapi curah hujan ekstrem seperti drainase yang kurang memadai, sistem peringatan dini yang belum merata, serta akses jalan yang gampang terputus ketika longsor atau jembatan roboh.
Faktor ini membuat evakuasi dan distribusi bantuan menjadi sangat sulit-terutama di wilayah terpencil-sehingga korban terdampak makin besar dan penderitaan meluas.
Kisah Luka, Kehilangan, dan Harapan
Bayangkan pagi yang damai, tiba-tiba sirene peringatan berbunyi, seketika air mulai naik perlahan. Rumah yang dulu teduh, kini separuh terendam. Di sudut ruang tamu, mainan anak hanyut bersama air keruh. Di dapur, meja makan berubah menjadi perahu sementara.
Begitulah realitas yang dialami banyak keluarga di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Sebagian kehilangan barang berharga, sebagian lain kehilangan rumah bahkan anggota keluarga. Banyak yang terpaksa mengungsi, menyiapkan hidup baru di tenda darurat bersama ratusan orang lain, saling menguatkan.
Seorang ibu yang dulu di pagi hari menyiapkan nasi untuk keluarga, kini mengaduk nasi di dapur darurat bersama sumbangan relawan. Seorang bapak, yang sehari-hari bekerja sebagai petani atau nelayan, kini menggenggam tangan anaknya, berusaha memberi rasa aman di tengah dingin dan kabut asap trauma.
Ada kehilangan, tentu saja. Tapi di tengah reruntuhan dan kesedihan, tumbuh pula solidaritas, tetangga saling berbagi terpal, relawan menyisir desa demi desa membawa obat, selimut, makanan, komunitas melihat penderitaan bersama dan bangkit bersama.
Banyak warga yang kehilangan tempat tinggal karena rumah rusak atau hilang bahkan harus kehilangan mata pencaharian. Petani dan nelayan pun kehilangan ladang, ternak, hasil panen atau tangkapan ikan.
- Akses layanan dasar terganggu. Sekolah, fasilitas kesehatan, jalan, jembatan banyak yang rusak atau tidak bisa dijangkau, membuat anak-anak terputus dari pendidikan, dan warga kesulitan mendapat perawatan.
- Risiko kesehatan dan krisis sosial. Air kotor, sanitasi buruk, suplai makanan dan air bersih terbatas, membuka potensi penyakit menular, serta trauma psikologis bagi penyintas.
- Kerusakan lingkungan dan potensi bencana berkepanjangan. Longsor, erosi tanah, kerusakan hutan dan lahan basah memperbesar risiko bencana di masa mendatang.
Harus Bagaimana? Pelajaran dan Harapan ke Depan
- 1. Memperkuat Sistem Peringatan Dini dan Resiliensi Komunitas
Penting bagi pemerintah daerah, komunitas, dan warga untuk bersama-sama memperkuat sistem mitigasi seperti pemasangan early-warning, perbaikan drainase, edukasi warga soal evakuasi, dan pelatihan tanggap darurat. Warga perlu tahu tanda alam untuk bisa bertindak cepat.
- 2. Pemulihan Lingkungan sebagai Kunci.
Penanaman kembali hutan, konservasi daerah aliran sungai, dan praktik pertanian lestari bisa mengurangi risiko banjir dan longsor. Perbaikan lingkungan bukan aksi sesaat, ini merupakan investasi bagi masa depan.
- 3. Bantuan dan Dukungan Lebih dari Sekadar Sembako.
Korban butuh lebih dari makanan dan selimut. Mereka butuh akses pendidikan, kesehatan, trauma healing, perbaikan rumah, dan dukungan ekonomi jangka panjang. Bantuan idealnya diiringi program rehabilitasi dan reintegrasi sosial-ekonomi.
- 4. Kesadaran Kolektif dan Tindakan Berbasis Komunitas
Saat bencana menyerang, jangan tunggu pemerintah saja. Komunitas, RT, RW, organisasi lokal pun harus bisa dan harus proaktif untuk saling membantu, membangun sistem siaga, berbagi sumber daya, dan menjaga lingkungan bersama.
Banjir akhir-akhir ini bukan sekadar bencana alam, ia adalah cermin tentang bagaimana tatanan alam dan manusia saling terkait. Tentang bagaimana keputusan kita (terhadap hutan, lahan, lingkungan) mempengaruhi keberlanjutan hidup bersama. Tentang betapa rapuhnya kehidupan kita, dan betapa pentingnya solidaritas.
Bagi mereka yang kehilangan rumah, harta, bahkan orang terkasih tentu saja kita tak bisa mengganti semuanya. Tapi kita bisa membantu membangun kembali harapan. Kita bisa memperkuat ketangguhan kolektif, menjaga lingkungan, dan mempersiapkan diri lebih baik pada musim-musim sulit mendatang.
Dan yang paling penting, kita tak boleh melupakan. Karena setiap tetes air yang merendam, punya cerita. Kini waktunya kita menulis bab baru, bab tentang pemulihan, harapan, dan tanggung jawab bersama.
Nah, karena bencana yang terjadi membuat jaringan terganggu dimana-mana, bahkan Saya yang alhamdulilah tidak terdampak banjir pun juga ikut merasakan bagaimana rasanya jaringan terganggu, karena masalah itulah XLSMART kemudian hadir untuk fokus pulihkan BTS dan sekaligus salurkan bantuan ke tempat daerah yang terdampak tersebut yang dapat teman-teman baca pada link berita berikut https://beritadewata.com/jaringan-terganggu-di-aceh-sumatra-xlsmart-fokus-pulihkan-bts-dan-salurkan-bantuan/
Semoga kejadian banjir parah seperti ini tidak terulang lagi, aamiin. Nggak kuat nahan tangis saat melihat anak yang kehilangan orang tua, orang tua kehilangan anaknya, hewan-hewan banyak yang mati ðŸ˜. Ampuni kami ya Rabb.


Tidak ada komentar
Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar yang dapat membangun tulisan saya.
Mohon maaf, komen yang mengandung link hidup tidak saya publish ya :)