Justitia Avila Veda (Dokumen Instagram @advokatgender
“Miris, dia (korban) bunuh diri di makam ayahnya karena diperkos* pacarnya lalu hamil & malah dipaksa aborsi oleh keluarga pacarnya. Bahkan keluarga korban sendiri (pamannya) enggak kasih support, malah korban mendapatkan tekanan, katanya "malu-maluin keluarga".
“Sebagai orang yang pernah mengalami pelecehan, aku malu buat cerita ke keluarga, akhirnya aku pendam”.
“Cewek yang jadi korban disalahin karna pakaian atau gak dituduh ngegoda. Cowok yang jadi korban dibilang keenakan. Ya yang kaya gini yang bikin banyak orang ga berani speak up. Udah jelas2 mereka korban, tapi tetap aja disalahkan”.
“Sekalinya speak up di bilang ‘parah aib sendiri dibuka-buka’”.
Cuitan di X terhadap kasus pelecehan seksual |
Suatu waktu grup WhatsApp ramai memperbincangkan tentang kejadian demi kejadian yang berlangsung, namanya juga grup ibu-ibu, apa saja pasti dibahas bahkan terkadang dalam satu hari bisa lebih dari lima pokok bahasan yang akan diperbincangkan di dalam grup tersebut. Sehingga, Saya yang tadinya tidak tahu menjadi tahu tentang kejadian apa yang sedang terjadi bahkan yang sedang viral sekalipun.
Belakangan selalu saja ada berita tentang pelecehan seksual bahkan kasus pemerkosaan, bahkan yang membuat miris saat membaca komentar netizen di salah satu postingan media yang memberikan komentar pedas terhadap korban yang seharusnya diberi support. Sehingga tidak sedikit korban yang mengalami kekerasan/pelecehan seksual lebih memilih bungkam hingga akhirnya berujung bunuh diri.
Penyebab Korban Kekerasan/ Pelecehan Seksual Enggak Speak up
Kebanyakan korban kekerasan seksual sering memilih bunuh diri karena menghadapi tekanan yang sangat berat, baik dari luar maupun dalam dirinya sendiri. Beberapa penyebab utamanya antara lain:
- 1. Rasa Malu dan Bersalah
Banyak korban merasa malu atau bersalah atas apa yang terjadi, meskipun kejadian tersebut bukan kesalahan mereka. Ini terutama terjadi dalam masyarakat yang sering menyalahkan korban atau memberikan stigma negatif pada mereka. Perasaan ini bisa menghancurkan harga diri korban dan membuat mereka merasa tidak berharga.
- 2. Trauma Psikologis
Kekerasan seksual meninggalkan trauma mendalam yang bisa berkembang menjadi gangguan stres pasca-trauma atau lebih dikenal dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Korban mungkin mengalami mimpi buruk, kilas balik, atau kecemasan yang sangat parah. Trauma ini seringkali sulit diatasi tanpa dukungan yang tepat, sehingga menimbulkan perasaan putus asa yang mendalam.
- 3. Rasa Takut untuk Bercerita
Korban kekerasan seksual seringkali takut untuk bercerita karena khawatir tidak akan dipercaya, atau karena takut akan reaksi negatif dari orang lain, seperti disalahkan, dihina, atau diasingkan. Ketakutan ini membuat mereka menyimpan semuanya sendiri, menambah beban emosional yang tak tertahankan.
- 4. Kurangnya Dukungan Emosional
Korban yang tidak mendapatkan dukungan dari keluarga, teman, atau profesional sering kali merasa sendirian. Ketidakmampuan orang-orang di sekitar untuk memahami apa yang mereka rasakan bisa memperparah kesepian dan isolasi, yang kemudian memicu depresi.
- 5. Stigma Sosial
Dalam banyak budaya, korban kekerasan seksual dihadapkan pada stigma sosial yang berat. Mereka mungkin dianggap “kotor” atau “rusak,” terutama dalam masyarakat yang sangat patriarkis atau konservatif. Ini bisa memicu rasa malu yang mendalam dan membuat korban merasa bahwa hidupnya sudah tidak berharga lagi.
- 6. Tidak Adanya Rasa Keadilan
Korban sering merasa putus asa ketika pelaku tidak dihukum atau ketika mereka merasa sistem hukum tidak adil dan tidak melindungi mereka. Ketidakadilan ini membuat mereka merasa tidak berdaya, seolah-olah suara mereka tidak penting, sehingga keputusasaan bisa berubah menjadi keinginan untuk mengakhiri hidup.
- 7. Depresi dan Gangguan Mental
Korban kekerasan seksual sering kali mengalami depresi berat, kecemasan, atau gangguan mental lainnya. Kombinasi dari trauma, perasaan terisolasi, dan kurangnya dukungan bisa memperparah kondisi mental mereka. Dalam kondisi ini, pikiran untuk bunuh diri sering kali muncul sebagai cara untuk melarikan diri dari penderitaan yang dirasa tidak ada akhirnya.
- 8. Rasa Tidak Ada Jalan Keluar
Ketika korban merasa bahwa tidak ada jalan keluar dari rasa sakit dan trauma yang mereka alami, pikiran untuk bunuh diri menjadi semakin dominan. Mereka mungkin merasa bahwa kematian adalah satu-satunya cara untuk mengakhiri penderitaan emosional, fisik, dan psikologis yang tak kunjung usai.
- 9. Reaksi Masyarakat dan Keluarga yang Negatif
Kadang-kadang, korban mengalami reaksi negatif dari keluarga atau masyarakat setelah mengungkapkan kekerasan yang mereka alami. Mereka mungkin dikucilkan, disalahkan, atau tidak dipercaya, yang menambah tekanan emosional dan memperburuk trauma yang sudah ada.
- 10. Rasa Kehilangan Kontrol
Kekerasan seksual seringkali membuat korban merasa kehilangan kendali atas tubuh dan hidup mereka. Perasaan tidak berdaya ini bisa berlanjut dalam kehidupan sehari-hari mereka, dan ketika tidak ada yang membantu mereka mendapatkan kembali kendali tersebut, mereka akhirnya merasa hidup tidak lagi memiliki makna.
Bunuh diri sering dianggap sebagai jalan terakhir bagi korban yang merasa tidak ada solusi lain untuk mengakhiri penderitaan mereka. Penyembuhan dari kekerasan seksual membutuhkan dukungan yang kuat, baik dari segi emosional, sosial, maupun profesional. Namun, ketika semua itu tidak tersedia atau tidak efektif, korban bisa merasa bahwa satu-satunya pilihan yang tersisa adalah mengakhiri hidup mereka.
Malaikat Tak Bersayap Itu Bernama Justitia Avila Veda
“Malaikat Tak Bersayap" adalah sebuah ungkapan metaforis yang biasanya digunakan untuk menggambarkan seseorang yang berbuat baik, membantu, dan menolong orang lain dengan tulus, tetapi bukan malaikat dalam arti harfiah. Mereka disebut "tak bersayap" karena, berbeda dengan malaikat yang digambarkan dalam banyak budaya dan agama sebagai makhluk bersayap dari surga, orang-orang ini adalah manusia biasa yang melakukan tindakan kebaikan luar biasa, seperti misalnya Justitia Avila Veda.
Mempertimbangkan keprihatinan dan latar belakangnya sebagai pengacara, perempuan yang akrab disapa dengan nama Veda ini akhirnya mempunyai ide untuk membuat program yang dapat memudahkan korban lain untuk mendapatkan bantuan hukum. Pada bulan Juni 2020 lalu nama Veda sempat viral, lantaran ia menawarkan bantuan konsultasi kasus kekerasan seksual, baik yang dialami sendiri atau orang lain lewat cuitannya di aplikasi X (dulunya Twitter). Cuitan yang dibuat Veda langsung ramai diserbu netizen dan menuai respon positif. Bahkan tidak perlu menunggu lama, aduan yang masuk cukup banyak, hingga Veda pun kemudian menginisiasi Sekolah Tinggi Pengacara Keadilan Gender atau KAKG.
Dokumen by Instagram @advokatgender |
“Penanganan kasus kekerasan seksual terbilang berat. Banyak trauma dan ketidakberdayaan yang dialami para korban ketika peristiwa tersebut terjadi. Tantangan lain adalah tidak sedikit korban yang merasa terintimidasi ketika hendak melaporkan kasus yang dialaminya. Belum lagi soal stigmatisasi atau kemampuan mental dan finansial yang masih lemah”, ungkap Veda.
Perjuangan Berbuah Manis
‘Usaha tidak akan menghianati hasil’ sebuah ungkapan yang menggambarkan kegigihan Veda yang akhirnya mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Awards tahun 2022 yang diinisiasi oleh Grup Astra. Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards merupakan wujud apresiasi Astra untuk para generasi muda, baik individu maupun kelompok, yang memiliki kepeloporan dan melakukan perubahan untuk berbagi dengan masyarakat sekitarnya di bidang Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan, dan Teknologi, serta satu kategori Kelompok yang mewakili lima bidang tersebut.
Melalui program ini, Astra mendorong para anak muda yang terlibat dalam SATU Indonesia Awards untuk berkolaborasi dengan program unggulan Kampung Berseri Astra (KBA) dan Desa Sejahtera Astra (DSA). Diharapkan, mereka bisa memberikan dampak positif yang lebih besar dan kontribusi yang berkelanjutan pada usaha-usaha pembangunan di daerahnya masing-masing.
Referensi
Jurnal Universitas Gadjah Mada
https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/7011/5463 › jpsiPDF PERKOSAAN, DAMPAK, DAN ALTERNATIF …
https://www.instagram.com/https://www.instagram.com/advokatgender
https://m.kumparan.com/kumparannews/keadilan-bukan-sekadar-nama-kisah-justitia-avila-veda-melawan-kekerasan-seksual-21DDTXz25Cm
Tidak ada komentar
Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar yang dapat membangun tulisan saya.
Mohon maaf, komen yang mengandung link hidup tidak saya publish ya :)