Sejak pesatnya perkembangan dunia Tekhnologi, siapapun dapat mengakses berbagai informasi, kapanpun dan dimanapun, bahkan informasi yang didapatkan juga lebih mudah untuk disebarluaskan. Apakah salah? Tentu saja tidak, jika kita bisa menempatkannya. Namun sayang, masih sedikit sekali yang mau mem-filter dengan baik informasi-informasi yang didapatkan tersebut.
Terkadang, tanpa disadari kitalah pelaku ‘utama’ penyebaran berita yang belum tentu kebenarannya tersebut. Seperti misalnya, ada seorang teman share mengenai informasi tentang kematian seorang artis papan atas, segala penyebab kematiannya dibeberkan. Lalu kita membaca, kemudian menganggap berita tersebut layak untuk disebarkan, dan tanpa mencari tahu informasi kebenarannya dengan enteng kita langsung membagikan info tersebut ke media sosial lainnya, seperti Instagram, Facebook, Twitter dan lainnya.
Di lain cerita, saya rasa diantara teman-teman tentunya ingat dengan peristiwa pengeroyokan yang dilakukan terhadap Ibu Ratna Sarumpaet? Yang mana wajahnya lebam, yang dikira oleh orang-orang di sekitar dan keluarganya, si Ibu dikeroyok dan dikait-kaitkan dengan peristiwa jelang pemilu yang akan segera dilaksanakan. Padahal, setelah ditelusuri, lebamnya si Ibu karena gagal operasi plastik.
Dari beberapa peristiwa di atas bisa kita tarik kesimpulan, jika berita yang masih belum tentu kebenarannya dapat tersebar begitu cepat melalui ucapan bahkan tulisan.
Nah, disinilah peranan kita sebagai Millenials yang melek tekhnologi untuk lebih berhati-hati serta lebih teliti dalam menerima maupun membagikan informasi.
Terkadang, kita dengan mudahnya terpancing untuk menyebar berita ketika kita merasa judul berita tersebut sangat bagus untuk disebarkan. Padahal, ada baiknya Kita mencari referensi terlebih dulu mengenai berita serupa, tentunya melalui situs online resmi. Kemudian kita bandingkan apakah informasi tersebut sama ataukah berbeda.
Perlu diketahui, jika setiap tulisan yang tersebar tentu saja ada alamat situsnya. Maka, hendaklah kita cek apakah alamat situs tersebut terpercaya atau tidak. Sebab, menurut informasi (Catatan Dewan Pers), jika di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs yang mengklaim sebagai portal berita. Sedangkan, dari jumlah keseluruhannya, berita resmi tidak sampai 300 situs. Kemudian periksalah Fakta dari berita tersebut, apakah berasal dari Institusi resmi atau tidak.
Seringkali kita menganggap jika seorang toko masyarakat selalu benar. Padahal, kita juga perlu cek kebenaran dari informasi apapun yang mereka sampaikan. Jangan langsung percaya begitu saja.
Setiap tulisan yang dishare, tentu saja ada sumber video ataupun foto yang dicantumkan. Maka, ada baiknya dicek terlebih dahulu, dimana kita bisa memanfaatkan mesin pencari yakni dengan melakukan drag and drop pada kolom pencarian Google Images di smartphone maupun laptop/ Tablet.
Rata-rata, orang cenderung berlomba-lomba ingin menjadi sumber pertama yang menyebarkan informasi atau berita tersebut. Padahal, jika salah ia dalam menyebarkan berita, atau berita tersebut ternyata hoax, maka bisa dipastikan dia yang akan menjadi target pelaku utama.
Masa remaja adalah masa dimana seseorang tersebut sedang mengalami gejolak secara psikologis, dengan karakter labil, emosional, dan belum bisa berpikir jernih serta menggunakan nalar mereka dengan baik. Dan, emosi yang mendominasi seorang remaja inilah yang membuatnya rentan termakan berita hoax (palsu). Sangat dierlukan membentengi remaja dari bahaya berita hoax, yang bisa dikatakan merupakan bagian dari langkah strategis untuk mengedukasi masyarakat secara luas agar lebih cerdas dalam mengkonsumsi informasi di media, terutama sekali media online. Sebab, remaja atau pemuda adalah generasi penerus yang menentukan kondisi bangsa di masa depan.
Itulah beberapa hal yang dapat kita lakukan, dan marilah kita mulai dari diri sendiri, dari keluarga sendiri.
Disclaimer: tulisan ini diikutkan dalam kompetisi #kontenkreatifhankam #workshopkominfo
Terkadang, tanpa disadari kitalah pelaku ‘utama’ penyebaran berita yang belum tentu kebenarannya tersebut. Seperti misalnya, ada seorang teman share mengenai informasi tentang kematian seorang artis papan atas, segala penyebab kematiannya dibeberkan. Lalu kita membaca, kemudian menganggap berita tersebut layak untuk disebarkan, dan tanpa mencari tahu informasi kebenarannya dengan enteng kita langsung membagikan info tersebut ke media sosial lainnya, seperti Instagram, Facebook, Twitter dan lainnya.
Di lain cerita, saya rasa diantara teman-teman tentunya ingat dengan peristiwa pengeroyokan yang dilakukan terhadap Ibu Ratna Sarumpaet? Yang mana wajahnya lebam, yang dikira oleh orang-orang di sekitar dan keluarganya, si Ibu dikeroyok dan dikait-kaitkan dengan peristiwa jelang pemilu yang akan segera dilaksanakan. Padahal, setelah ditelusuri, lebamnya si Ibu karena gagal operasi plastik.
Dari beberapa peristiwa di atas bisa kita tarik kesimpulan, jika berita yang masih belum tentu kebenarannya dapat tersebar begitu cepat melalui ucapan bahkan tulisan.
Nah, disinilah peranan kita sebagai Millenials yang melek tekhnologi untuk lebih berhati-hati serta lebih teliti dalam menerima maupun membagikan informasi.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Mungkin diantara teman-teman bertanya, apa yang bisa kita lakukan? Tentu saja beberapa hal berikut dapat dilakukan, agar kita tidak mudah menyebar berita kebohongan, diantaranya:
- Jangan mudah terpancing dengan judul berita yang provokatif.
Terkadang, kita dengan mudahnya terpancing untuk menyebar berita ketika kita merasa judul berita tersebut sangat bagus untuk disebarkan. Padahal, ada baiknya Kita mencari referensi terlebih dulu mengenai berita serupa, tentunya melalui situs online resmi. Kemudian kita bandingkan apakah informasi tersebut sama ataukah berbeda.
- Amati dan Cermati Alamat Situs Tersebut.
Perlu diketahui, jika setiap tulisan yang tersebar tentu saja ada alamat situsnya. Maka, hendaklah kita cek apakah alamat situs tersebut terpercaya atau tidak. Sebab, menurut informasi (Catatan Dewan Pers), jika di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs yang mengklaim sebagai portal berita. Sedangkan, dari jumlah keseluruhannya, berita resmi tidak sampai 300 situs. Kemudian periksalah Fakta dari berita tersebut, apakah berasal dari Institusi resmi atau tidak.
- Jangan Mudah Percaya.
Seringkali kita menganggap jika seorang toko masyarakat selalu benar. Padahal, kita juga perlu cek kebenaran dari informasi apapun yang mereka sampaikan. Jangan langsung percaya begitu saja.
- Cek Video dan Keaslian Foto.
Setiap tulisan yang dishare, tentu saja ada sumber video ataupun foto yang dicantumkan. Maka, ada baiknya dicek terlebih dahulu, dimana kita bisa memanfaatkan mesin pencari yakni dengan melakukan drag and drop pada kolom pencarian Google Images di smartphone maupun laptop/ Tablet.
- Jangan Terburu-buru.
Rata-rata, orang cenderung berlomba-lomba ingin menjadi sumber pertama yang menyebarkan informasi atau berita tersebut. Padahal, jika salah ia dalam menyebarkan berita, atau berita tersebut ternyata hoax, maka bisa dipastikan dia yang akan menjadi target pelaku utama.
Lakukan Hal Kecil Berikut yang Bisa Berdampak Besar.
Tanpa kita sadari, banyaknya berita hoax yang menyebar di dunia maya, terutama media sosial yang membawa implikasi tersendiri bagi setiap kalangan. Terlebih lagi, bagi kalangan remaja ataupun pemuda. Banyaknya berita ditebarkan di media sosial, sedangkan pengguna media sosial terbanyak adalah dari kalangan anak muda.Masa remaja adalah masa dimana seseorang tersebut sedang mengalami gejolak secara psikologis, dengan karakter labil, emosional, dan belum bisa berpikir jernih serta menggunakan nalar mereka dengan baik. Dan, emosi yang mendominasi seorang remaja inilah yang membuatnya rentan termakan berita hoax (palsu). Sangat dierlukan membentengi remaja dari bahaya berita hoax, yang bisa dikatakan merupakan bagian dari langkah strategis untuk mengedukasi masyarakat secara luas agar lebih cerdas dalam mengkonsumsi informasi di media, terutama sekali media online. Sebab, remaja atau pemuda adalah generasi penerus yang menentukan kondisi bangsa di masa depan.
Berikut beberapa hal yang dapat diterapkan dalam keluarga.
Keluarga merupakan tempat dimana karakter seseorang dibentuk, yakni anak. Seperti kita ketahui sendiri jika anak-anak sangat rentan mengikuti trend kemajuan tekhnologi, disinilah peran kita sebagai orangtua untuk dapat membentuk karakter mereka menjadi anak yang berakhlak mulia, taat pada agama.- Perkuat Tiang Agama di Keluarga.
- Lakukan Komunikasi Dua Arah dengan Anak, yakni dengar pendapat mereka lalu beri masukan yang tepat.
- Ajak anak untuk lebih perduli pada lingkungan.
Itulah beberapa hal yang dapat kita lakukan, dan marilah kita mulai dari diri sendiri, dari keluarga sendiri.
Disclaimer: tulisan ini diikutkan dalam kompetisi #kontenkreatifhankam #workshopkominfo
Tidak ada komentar
Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan komentar yang dapat membangun tulisan saya.
Mohon maaf, komen yang mengandung link hidup tidak saya publish ya :)